Thursday, January 6, 2011

Panggilan Anda berarti

Kesuksesan adalah topik hangat kita kali ini. Kita semua mencari kesuksesan. Keinginan mendapatkan nilai yang tinggi semasa kuliah, impian untuk mendapatkan pekerjaan yang menjamin kemapaman dan jabatan yang tinggi, bahkan kerinduan untuk menjadi sangat rohani dan hal-hal lainnya yang pernah terbesit di dalam pikiran dan tekad kita. Kita ingin mendapatkan segala yang kita dapat sambil kita berjalan. Kelihatannya kita semua mau menjadi nomor satu, seolah-olah itu merupakan satu-satunya cara kita mengukur kesuksesan(atau kekurangsuksesan).
Sering kali kita terlambat menyadari bahwa mencapai sesuatu yang kita kejar dan mendapatkan kepuasan bukan merupakan dua hal yang sama. Sesekali seseorang bisa mendapatkan arti hidupnya tanpa perlu mencapai kesuksesan yang luar biasa. Banyak orang yang mengalami hal itu karena kesuksesan yang besar tidak selamanya membawa arti atau kepuasan. Pernahkah kita menyadari bahwa kesuksesan kita adalah ketika kita mengenal panggilan Tuhan dan menjalaninya dengan taat? John Howard menjelaskan bagi kita semua.
John Howard, seorang penerus John Wesley, Charles Wesley, George Whitefield, dan William Carey karena ia bekerja di belakang layar, namanya tidak sama terkenal dengan pendahulunya. Pada tahun 1775, saat berusia 29 tahun, Howard kehilangan istrinya. Sambil ia duduk di sebelah mayatnya, patah hati oleh kematiannya, ia mendengar sebuah gempa dahsyat yang menerpa Lisbon, Portugal, dan puluhan ribu orang mati. Orang-orang yang selamat mengirimkan pesan minta tolong ke seluruh dunia, dan Howard membuat keputusan bahwa, terlepas kedukaan pribadinya, ia akan naik perahu berikutnya ke Lisbon dan memberikan bantuan apa pun yang bisa ia berikan. Ia mendaftarkan dirinya ke kapal Inggris, Hanover, tetapi di dalam perjalanan, sebuah kapal Perancis menangkap kapal itu (Inggris dan Perancis sedang perang saat itu). Bersama dengan yang lain, Howard dilemparkan ke dalam kurungan, di mana ia tidak diberikan makanan, air bahkan sinar matahari. Keadaan yang bagaikan neraka di dalam penjara ini sungguh-sungguh mengejutkan Howard. Penulis A Short History of the English People menggambarkan sistem penjara Inggris sebagai ‘kekejaman yang benar-benar kacau sempurna.’
Dalam penderitaan yang singkat itu, jiwa Howard terbangun akan betapa mengenaskannya keadaan penjara-penjara di eropa dan penghinaan serta pelecehan yang diterpakan pada manusia hanya karena kejahatan-kejahatan sepele. Howard menemukan orang yang mati setelah membusuk di penjara selama sepuluh tahun. Penyebabnya? Ia berhutang kepada seorang pedagang hanya 70 pound. Hati Howard tidak lagi dapat menerima pelecehan tanpa mengubah dunianya. Yang menarik, beberapa tahun sebelumnya ketika ia masih berusia 24 tahun, ia menulis kata-kata ini di dalam catatan hariannya.
Tuhan, aku percaya; tolonglah aku yang tidak percaya ini!...., oh Tuhan Allah, dengan rendah hati aku berani untuk berjanji pada-Mu! Sahkan dan tetapkanlah, jadikanlah aku monumen kekal yang menceritakan rahmat-Mu, kemuliaan bagi Allah – Bapa, Putra dan Roh Kudus - selama-lamanya, Amin dan Amin.
Tidak ada, khususnya Howard sendiri, yang dapat menyangka apa yang terjadi pada jiwanya dalam beberapa jam di penjara itu menjawab doa yang tercatat di atas. Beberapa tahun kemudian, ia berdiri di depan parlemen dan para pemimpin dan pembuat hukum sampai ia mengubah jalannya sejarah. Di Eropa, negara demi negara mulai memperkenalkan ketetapan baru dalam sistem penjaranya. Dampak dari Howard bahkan terasa di Bastille, penjara Perancis, penjara-penjara Spanyol dan Turki. Sebagai penghargaan atas pengabdiannya, sebuah patung didirikan baginya di Katedral St.Paul di London. Kalau kita membaca catatan hariannya, kita akan melihat tulisan demi tulisan dimana ia menginginkan agar namanya tidak ditinggikan tetapi agar apa yang ia perjuangkan tidak terlupakan. John Howard telah menemukan panggilannya. Apa yang membawanya ke sana? Sebuah kematian, gempa yang dahsyat, perang dan penjara menjijikan di sebuah kapal.
Panggilan pada dasarnya adalah Tuhan membentuk beban kita serta memanggil kita untuk melayani Dia di tempat dan sasaran yang Ia pilih. Tuhan melatih Musa di istana untuk memakainya di padang gurun. Ia melatih Yusuf di padang gurun untuk memakainya di istana. Ada yang melalui jalan berliku-liku, ada yang melalui jalan yang berhias indah dengan lahir dari keturunan terhormat.
Salah satu pahlawan iman Kristen dalam beberapa abad terakhir ini adalah Robert Murray McCheyne. McCheyne melayani sebagai pendeta di gereja St. Peter di Dundee, Skotlandia ketika pada umur 29 tahun ia meninggal saat masih segar di dalam pelayanannya. Ia adalah seorang yang hebat. Ia menguasai banyak bahasa termasuk Latin, Ibrani, dan Yunani. Ia adalah pemusik yang berbakat yang mampu memainkan berbagai alat music. Ia juga seorang seniman, penulis puisi, dan penyanyi yang baik. Ia juga unggul dalam olahraga lompat galah. Semuanya itu ada di dalam diri satu orang.
Walaupun demikian kejadian terbesar di dalam gerejanya justru terjadi selama ia tidak ada. Pada waktu ia kurang sehat dan mengambil cuti ke Palestina dan Eropa Timur untuk beristirahat. W.C. Burns yang masih muda mengambil alih mimbar selama ketidakhadiran McCheyne dan kebangunan rohani bersejarah meleddak di gereja St. Peter, menyebar ke seluruh Skotlandia. Ketika kabar ini sampai ke telinga McCheyne, ia rindu untuk setidaknya sempat menyaksikan apa yang terjadi. Ia kembali ke tempat asalnya dan berharap dapat ikut memuji karya Tuhan yang ajaib di dalam serta melalui gereja St. Peter. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat kerumunan yang hadir untuk mendengarnya berkotbah. Dalam umurnya yang 26 tahun, ia melihat gerakan Tuhan yang luar biasa – dan hanya kurang tiga tahun berikutnya, Tuhan memanggilnya pulang. Perannya di dalam kebangunan rohani ini terjadi di belakang layar, sebagai pembuka jalan. Bagaimana ia mengenali panggilannya? Seorang penjaga bangunan membawa seorang pendeta muda dari Inggris yang ingin belajar tentang McCheyne berkeliling di gereja St. Peter. Penjaga itu membawa pendeta muda ini ke bangku McCheyne dimana McCheyne sering duduk dan berdoa.
Suatu hal yang demikian sederhana dan menakjubkan. McCheyne merasa puas untuk melihat kebangunan rohani terjadi melalui khotbah orang lain karena ia telah mendoakan kebangunan tersebut. Ia tidak menempati tempat nomor satu waktu kebangunan itu datang. Tetapi ia tetap pemenangnya. Ia telah memusatkan doa-doanya bagi suatu kebangunan dan Tuhan telah menjawab doa-doanya. Disanalah Tuhan berbicara. Tujuan dari doa dan panggilan tuhan dalam hidup kita bukanlah untuk menjadikan kita nomor satu di mata dunia, tetapi untuk membuat Dia menjadi nomor satu di kehidupan kita. kemauan untuk membiarkan orang lain bersinar lebih terang, sementara ia sendiri sendiri bersinar bagi Tuhan. Inilah yang dilakukan McCheyne. Kerendahan hati adalah batu pijak bagi melayani Tuhan.

sumber: The Grand Weaver by Ravi Zacharias

No comments:

Post a Comment